Thursday, 16 April 2015

Arithmetic Of Love

Cintaku kepada sosok itu seumpama arithmetic of love; satu ditambah satu sama dengan segalanya, dua dikurangi satu sama dengan musnah.

Aku dan dia adalah istana yang disebut cinta.

Dibangun oleh satu jiwa.

Dihuni dua raga.

(dikutip dari cerpen Onyol judulnya After Heart)


***

“bro, cakep tuh! Gebet gih, lu kan udah lama jomblo!” Adam membuka suara memecah keheningan sesaat setelah mereka memarkirkan mobil di parkiran sebuah acara musik.

“lu ngomong ke siapa, Dam? Sorry aje gue taken.” Ucap seseorang dengan sombongnya.

Adam, Okta, Mario, Nadhif, dan Hamids.

                Bukan. Mereka bukan anggota boyband, anak band, apalagi anak cheers. Mereka hanya lima remaja laki-laki berusia tanggung yang bisa dibilang bermodal tampang saja sudah cukup untuk membuat cewek-cewek ABG jatuh hati. Kelompok kecil mereka itu namanya Geng Gandul. Entah mengapa mereka memilih nama yang konyol untuk geng mereka. Yang jelas, mereka tidak pernah gandulan di angkot.

Semua anggota geng Gandul sudah punya pacar, kecuali Okta. Sebenarnya Okta bisa saja mendapatkan seorang gadis dengan tipe manapun jika saja ia tidak mendadak bego kalau berdekatan dengan cewek yang ia sukai. Wajah Okta tampan, tubuhnya tinggi, hidungnya mancung, ngegemesin deh.

“kampret lu, Dam. Lu kan tau sendiri gue kek gimana kalo ngadepin cewek.” Okta yang merasa tersentil dengan ucapan tanpa sasaran dari Adam langsung melempar botol air mineral yang sebelumnya ia pegang kepada Adam. Sedangkan Adam sendiri malah cengengesan sambil meminum air meineral yang ia tangkap.

“mau gue mintain kontak nya gak?” Ucap Hamids dengan matanya yang masih sibuk menyisir antrian tiket masuk Konser band-band Indie yang akan mereka tonton.

“Bener tuh, Ta. Hamids kan kang gebet cewek! Cuma minta kontak mah gampang buat dia!” sahut Mario.

                Hamids. Seorang cowok dengan tinggi badan, warna kulit, hidung mancung, wajah tampan yang sebelas duabelas tingkat ketampanannya dengan Okta namun berbeda nasib percintaan adalah idola dari hampir seluruh siswi di sekolahnya.

                Master of heartbreaker. Begitulah julukan Hamids dari anak Geng Gandul. Entah udah keberapa kali Hamids gonta-ganti pacar. Sejak 2 tahun lalu Hamids selalu melakukan hobi (?) mempermainkan hati perempuan ini. Dan selama itu juga ia tidak pernah serius, bahkan niat untuk serius pun tidak ada. Hamids bisa dengan mudahnya mendapatkan pacar, lalu dengan sangat mudahnya pula memutuskan hubungannya. Bekas luka hatinya yang cukup menganga akibat ditinggalkan mantan pacarnya dulu sampai sekarang masih ada. Bahkan mungkin tak pernah ia obati. Ia merasa belum ada yang pantas mengganti sosok Gracia, mantan legendarisnya setahun lalu.

                Setelah masuk venue konser, Hamids kembali menyisir seluruh titik di tempat ini. Ia mencari sosok gadis yang diincar Okta tadi. Sementara itu, geng gandul hanya berdiri bergerombol melihat pergerakan Hamids yang sudah menemukan gadis incaran Okta itu dan mulai berjalan kearahnya.

                Hamids mendekati gadis itu. Gadis dengan tinggi semampai dan rambut coklat sebahu incaran Okta itu sedang asik mencoret fosfor ke baju dan wajah teman-temannya. Konser band indie ini kebetulan bertema glow in the dark, jadi para penonton diberikan sebungkus kecil fosfor untuk menambahkan kesan glow di acara ini.

“mbak, boleh minta coretin fosfornya ga?” ucap hamids sambil memberikan punggungnya ke gadis incaran Okta itu untuk mencoret kaos nya dengan fosfor.

                Dengan pesona dan ke-rupawan-an seorang Hamids, Tanpa babibubabi Gadis incaran Okta itu langsung mencorat-coret punggung Hamids dengan fosfor. Teman-teman gadis itu seketika menyoraki ‘ciye’ ke mereka berdua yang akhirnya jadi tertawa sesaat. Hamids memberikan tangannya untuk dijabat dengan gadis itu. Selesai dengan perkenalan dan coretan fosfor, Hamids mengeluarkan Handphone nya lalu menanyakan ID LINE gadis itu. Terjadilah pertukaran kontak diantara Hamids dan Gadis incaran Okta itu.

                Selesai dengan urusan kontak, Hamids kembali ke teman-temannya dengan membusungkan dada dan ekspresi tampang tengilnya. Ia juga memamerkan kontak gadis incaran Okta itu ke teman-teman nya. Okta yang memang sejak awal tertarik dengan gadis itu langsung merebut handphone Hamids lalu mencatat kontaknya.
***

                Sebuah Sekolah Menengah Atas di Jogja terlihat ramai. Hari ini adalah hari pertama dari Pekan Seni Budaya di sekolah swasta itu. Pekan Seni Budaya (PSB) adalah sepekan dimana semua murid, guru, maupun staff TU sejenak melupakan pekerjaan untuk melepas penat di sekolah. PSB biasanya dilaksanakan saat selesai UAS menunggu pembagian hasil belajar selama satu semester. Di acara tersebut selama sepekan ada berbagai macam perlombaan antarkelas. Drama, Shortmovie, Solo, Dance, Tari tradisional, dan lain-lain. Ya, seperti classmeet gitudeh.

                Sementara kebanyakan murid sedang berpartisipasi di PSB tahun ini, geng Gandul malah asik makan di kantin sambil ngobrol-ngobrol ganteng. Ya hampir sama seperti rumpi cantik lahya, bedanya topik yang mereka bahas bukan seperti topik bahasan cewek-cewek unyu di meja ujung sana. Mereka lebih tertarik membahas sepakbola, basket dan cabang olahraga lainnya.

“eh, lucu tuh adek kelas! Gemesin banget mukanya!” ucap Adam ditengah obrolan gak penting mereka.

“terus kenapa, Dam? Elaine atu masih kurang?” sahut Nadhif.

Adam ini entah mengapa matanya bisa aja nemu yang bening. Adam bisa dibilang tampan juga, tubuhnya tinggi walaupun tidak setinggi Mario, rambutnya lurus jigrag, dan nilai plus dari seorang Adam adalah ia atlet panahan. Jarang sekali bukan atlet panahan di Indonesia? Pesona nya yang mirip-mirip cowok jepang dengan busur panah semakin menyatu dalam matanya yang nakal. Tatapan matanya seakan bisa memanah gadis manapun. Diantara geng Gandul, Adam inilah yang paling kebelet playboy tapi gagal terus karena kepentok ikatan cinta oleh seorang bebek yang katanya dari Neptunus. Motto dari seorang Adam adalah kemanapun mata ini melihat, tetap Elaine yang selalu muncul saat mata ini terpejam. *tai banget yekan-___-*

“coba, Mids. Lu deketin tuh dedek gemes! Katanya ya, dia tuh yang paling diincer seangkatan kelas 10!” akhirnya Okta ikut membuka suara setelah sebelumnya ia sibuk dengan PDKT nya dengan gadis tempo hari di acara musik itu.

“ah, dia bukan tipe gue. Bocah banget itu keliatannya.” Ucap Hamids cuek.

“bilang aje lo takut dia gamau sama lo kan? Secara gitu dia keliatan masih polos. Mana mau sama Kang Gebet macem lo! Hahahaha” celetuk Mario yang membuat anak geng Gandul tertawa, tentunya kecuali Hamids.

Hamids langsung bangkit dari duduknya dan berjalan dengan tebar pesona menuju meja yang di tempati gadis-gadis kelas 10 di ujung kantin. Ia membalikkan posisi snapback nya, merapikan seragam dan dasi nya yang tadinya tak terkondisikan. Matanya menatap tajam lurus ke depan seakan bersiap mencari mangsa baru, sudut bibir kanannya ia tarik menyiapkan senyum sekeren mungkin.

“halo, kelas 10 ya? Kok gak ikut PSB?” sapa Hamids saat ia sampai di meja cewek-cewek kelas 10 ini. Hamidspun duduk diantara mereka.

                Hanya beberapa dari cewek-cewek itu yang menanggapi Hamids, sisanya hanya diam. Ada yang diamnya karena canggung, ada juga yang karena grogi.

“hey….. indah?” ucap Hamids sambil menatap ke gadis loli yang berada di depannya dengan kepala tertunduk. Gadis itu hanya menatap Hamids sebentar, lalu memalingkan pandangannya ke arah teman-temannya.

“nama kamu Indah ya? Kok bisa kebetulan gini sih dari tempatku duduk tadi kamu yang terlihat indah. Hehe” lanjut Hamids yang membuat ramai kantin yang tadinya sepi karena sorakan dari teman-teman indah.

                Indah masih bungkam. Bibirnya ia katupkan. Raut wajahnya terlihat cemas. Matanya mengarah bergantian ke teman-temannya.

“boleh minta ID LINE nya?” ucap Hamids yang mulai penasaran dengan gadis berparas loli di depannya.

“b-buat apa kak?” Tanya Indah gugup. Ia masih tak berani membalas tatapan Hamids yang dalam.

“yaaaa biar lebih kenal ajasih. Aku gak gigit kok. Hehe” jawab Hamids dengan senyuman khas nya yang mempesona.

Strike! Usaha Hamids yang lumayan lama dari biasanya itu membuahkan hasil. Setelah melirik teman-temannya, Indah mendapat anggukan untuk memberikan ID LINE nya kepada si kakak kelas keren itu. Awalnya Indah takut, mengingat julukan Master of Heartbreaker yang disandang Hamids. Namun karena pesona dari kakak kelasnya itu akhirnya Indah luluh juga.
***

Hari terakhir PSB. Hari dimana penentuan siapa pemenang dari masing-masing cabang seni dan OSN yang dilombakan di tingkat sekolah. Setelah menang, si jawara biasanya akan terpilih untuk maju ke kompetisi di tingkat kota madya melawan sekolah lain. Istilahnya adalah FLSSN, jadi seperti seleksi dulu gitu.

Sementara itu, Seperti hari-hari sebelumnya, geng Gandul tidak ikut serta dalam PSB tersebut. Mereka masih asyik bermain Truth or Dare dengan sebuah botol soda kosong yang berputar di tengah meja kantin yang mereka tempati. Namun bedanya kali ini kantin benar-benar sepi karena semua murid berada di aula untuk menonton penutupan PSB dan mengetahui siapa saja jawara tahun ini.

“eh, Mids. Lu seriusan mau macarin si dedek gemes itu? siapa sih itu namanya lupa gue?” tanya Nadhif ditengah-tengah putaran botol soda itu.

“iyalah, ini gue lagi mau mutusin Chika. Namanya Indah. Se-Indah orangnya. Hehehe.” Jawab Hamids dengan santainya. Bagi Hamids, menyatakan cinta dan memutuskan hubungan sama mudahnya.

“anjir! Sakit lu ya? Indah kan bocah banget. Lagian Chika kurang apa coba?” ucap Mario yang sebenarnya ia sudah paham betul tentang Hamids yang sudah biasa seperti ini. Memutuskan hubungan dengan mudahnya, mempermainkan perasaan, dan menyakiti hati perempuan sudah seperti gaya hidup Hamids.

“liat aja nanti. Udeh ah, gue cabut dulu. Mau cari coklat buat Indah. Hehehe” ucap Hamids sambil berlalu meninggalkan geng Gandul.

“gak ngerti lagi dah gue sama itu bocah satu. Playboy nya kaga ketolongan. Kadang kasian sama cewek-cewek yang dia pacarin.” Ucap Nadhif saat Hamids sudah tak terlihat.

“yaelah kayak lu gak gitu aje, Dhif. Lu aje kang PHP cewek. Dideketin doang, kaga dijadiin pacar. Mau gue sebutin satu-satu nih siapa aja korban PHP lu?” sahut Adam. Nadhif hanya cuek seakan tak perduli mendengar ucapan Adam.

“nah elu, Dam! Dari dulu kebelet playboy tapi kepentok bebek neptunus. Hahaha!” kali ini Mario yang memang kalo ngomong kocak membuat tawa diantara mereka.

“eh, Elaine tuh cinta hidup gue. Bahkan kematianpun gabakal menghentikan cinta gue. Susah dah mau main serong!” ucap Adam membela diri sambil meniup sedotan yang isinya masih ada jus alpukat ke arah Mario. Jadilah Mario kecipratan jus alpukat di wajahnya.

“lagian lu Dam, anak Poseidon lu pacarin segala. Susah dah kalo udah tenggelem di lautan cinta nya.” sahut Nadhif dengan apabanget nya dia. “lagian ya, yang mesti kita waspadain tuh ini nih si Okta. Jangan-jangan dia homo lagi makanya kaga punya-punya pacar! Hahaha” lanjut Nadhif diikuti gelak tawa Adam dan Mario.

“dih anjing banget lu ngomong kaga pake bismillah! Gue masi suka cewek, Pea! Sekate-kate dah lu, gue kepret mlepuh lu!” bela Okta.
***

                Hari terus berlanjut. Untaian benang-benang cinta mulai menyatu diantara Hamids dan Indah. Sudah sejak 3 bulan lalu akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Saat ini Indah resmi menjadi pacar Hamids, dan begitu sebaliknya.

3 bulan bersama Indah tidak lantas membuat seorang Hamids ingin memutuskan pacar satu tingkat dibawahnya itu. Ini adalah hubungan terlama dia setelah putus dari mantan legendarisnya, Gracia. Indah yang awalnya menjadi bahan adu gengsi kepada geng Gandul itu tanpa Hamids sadari terus-menerus mengganggu pikirannya. Setiap detik hanya Indah, Indah, dan Indah yang berputar di otaknya. Setiap saat hanya Indah yang berada dalam lamunannya. Dan setiap malam hanya Indah yang menjadi mimpi indah dalam tidurnya. Tidak pernah ada istilah vacuum of power di hatinya, karena satu-satunya yang menjajah seluruh isi hati dan perhatian dari Hamids adalah Indah.

Mungkin ini yang disebut Playboy Tobat. Sejak perasaan cintanya kepada Indah semakin membesar setiap detiknya, tak pernah sedikitpun Hamids berniat melirik gadis lain. Indah adalah sosok sempurna di mata Hamids. Tak ada yang lebih cantik dari Indah. Tak ada yang lebih menarik dari si bocah berponi depan itu. Tak ada yang lebih apapun dari seorang Indah di mata Hamids. Baginya, Indah adalah segalanya.

Setiap hari Hamids selalu mengantar Indah pulang sekolah. Bukan hanya itu saja, wujud dari rasa sayang dan perhatian dari Hamids bahkan sampai tumpah luber-luber. Indah sendiri juga bagai menjadi candu dari seorang Hamids yang sekarang berubah julukan menjadi Playboy Tobat itu. Kisah romansa mereka bahkan beberapa kali dimuat di dalam majalah mingguan sekolah. Di sekolahpun banyak fans mereka yang menamai diri mereka dengan nama FBH, atau singkatan dari Fans Berat Hamindah. Hamindah sendiri adalah gabungan nama dari Hamids dan Indah. Para FBH mengaku mengagumi cara mereka berpacaran yang lucu meski tanpa nafsu. Tak jarang jika Hamindah sedang jalan berdua atau apapun itu di sekolah selalu ada paparazzi yang memotretnya lalu mempublish foto itu di halaman belakang ulasan tentang Hamindah. *yaelah jadi kek cerita Thailand gini wkwkwk*

Seiring berjalannya waktu, Hamids dan Indah terlihat semakin cocok. Hamids yang bertumbuh tinggi dengan wajah tengil namun tampan sangat cocok dengan wajah lucu Indah walaupun dengan tubuhnya yang kecil. Meskipun perbedaan tinggi badan terlihat cukup jauh, tapi disitulah letak kelucuan mereka. Pernah lihat full house versi Thailand yang pemerannya Aom dan Mike? Nah lucunya kayak gitu. Ihiiiiwwww :*
***

Cintaku kepada sosok itu seumpama arithmetic of love; satu ditambah satu sama dengan segalanya, dua dikurangi satu sama dengan musnah.

Aku dan dia adalah istana yang disebut cinta.

Dibangun oleh satu jiwa.

Dihuni dua raga.
(dikutip dari cerpen Onyol judulnya After Heart)

                Begitulah yang selalu ada di benak Hamids. Kecintaannya yang berlebih kepada Indah seakan sudah tidak bisa di pisahkan lagi dari kehidupannya. Mungkin begini, Hamids mencintai Indah lebih dar ia mencintai dirinya sendiri. Bahkan ia membenarkan ucapan Adam yang dulu ia bilang lebay; Kematian hanya akan menghentikan hidup, bukan menghentikan cinta.

                Hidup hamids menjadi lebih baik semenjak Indah hadir. Warna-warna cerah selalu mengikuti langkahnya yang sebelumnya kelabu. Indah termasuk murid cerdas, beberapa kali ia ikut dalam olimpiade matematika dan pelajaran yang tergolong sulit lainnya. Tak jarang pula ia membawa medali emas dengan gelar juara bahkan sampai tingkat nasional. Itulah yang membuat Hamids bangga bisa memiliki Indah. Hamids merasa beruntung Indah bisa menerima dirinya yang datang dengan kotor berlumuran umpatan dari gadis-gadis yang Hamids lukai sebelumnya. Selain itu walaupun Hamids berada di kelas 11, tak jarang Indah membantu tugas matematika Hamids. Ia dengan telaten mengajari Hamids yang sangat membenci deretan angka bercampur huruf yang membuat otaknya panas itu. Bagi Hamids, Indah adalah sosok perempuan yang memiliki nyali sebuas serigala karena dengan berani membiarkan hatinya dijatuhi oleh seorang Hamids yang terkenal penjahat hati. *eaaak muncul lagi kata penjahat hati. Padahal udah dihindari biar gak sama kek OS sebelumnya wkwk*

                Saat ini Geng Gandul termasuk Hamids sedang berada di tangga dekat toilet murid laki-laki di lantai 3. Masing-masing mereka menggenggam gadget berukuran diatas 7 inchi dengan layar yang menampilkan sebuah game perang. Geng Gandul memiliki Clan sendiri di game Clash Of Clan itu dengan anggota 48 orang yang menyebar di seantero sekolah. Mereka sedang sibuk War.

“eh, Mids. Lu beneran mau serius sama itu bocah cilik?” ucap Okta diantara keseriusan geng Gandul yang sedang bersiap untuk War kedua.

“iya, Ta. Gue keknya fix di Indah deh. Udah capek juga gue selama ini maenin hati perempuan. Tobat lah gue, hati gue sekarang udah dikunci Indah. Hehehe.” Jawab Hamids sambil men-donate Troops ke Clan Castle Adam.

“secinta apasih lo sama Indah? Elah baru juga 3 bulan. Gue yang udah mau 3 tahun sama Elaine aje kaga sealay lo.” Ucap Adam yang sudah siap troops untuk War kedua.

“gue….” Hamids menghentikan kalimatnya. Ia memejamkan matanya, membayangkan sosok gadis yang sangat ia cintai. “gue belom pernah merasa dicintai setulus ini sebelumnya. Indah bener-bener yang terindah.” Lanjutnya.

“Halah berak, Mids. Tar juga lo kumat lagi.” celetuk Mario yang masih fokus dengan looting dark elixirnya.

“Gracia gimana? Kata lu dia segalanya? Kata lu gak ada yang bisa gantiin dia? Trus kan Indah bukan tipe lu, Mids?” rentetan pertanyaan Nadhif berikan untuk Hamids yang masih senyum-senyum gak jelas.

“Gracia? Ah, dia Cuma masa lalu. Kalo udah cinta, mau tipe yang kayak gimana juga gue gabisa apa-apa, Dhif.” Jawab Hamids dengan santainnya. Ia mematikan tabletnya, lalu bangkit dari duduknya.

“Gue War nya nanti aja ah, mau nyamperin yang terindah dulu di kelasnya.”

                Hamids berjalan membelakangi teman-temannya. Sebenarnya posisi kelas Indah dibawah kelasnya, dan harusnya tinggal menuruni tangga yang tadi ia pakai buat War di game COC tadi. Namun karena Hamids ingin membeli coklat dulu untuk Indah di koperasi lantai 3 sekolahnya, jadi ia memilih tangga di sebelah timur yang sering sekali sepi.

                Sebatang coklat sudah berada di tangan Hamids. Ia melanjutkan menuruni susunan anak tangga menuju lantai 2, lantai dimana kelas Indah berada. Namun baru memijaki beberapa anak tangga, ia mendengar suara yang selama 3 bulan ini sudah tidak asing lagi di telinga nya.

“nah, gini dong lu pada. Lama banget si sampe telat sebulan. VVIP kan ini?”

“ya, sorry kali. Uang kita-kita juga perlu dikumpulin dulu. Iye itu VVIP kok, beli di calo tuh kita tadinya udah sold out. 1D kan lagi tenar-tenarnya. Lagian Cuma telat sebulan aje lu segitunya.”

“lu gatau ajasih, sehari pacaran ama itu tiang aje empet banget! Ini ampe telat sebulan dari perjanjian. Harusnya kan gue putusin dia pas 2 bulan. Asli dah itu kakak kelas malesin banget, mana bego lagi dia IQnya jongkok. Najong banget modus nya minta ajarin MTK. Mending kalo langsung nyambung, lah ini lama banget nyambungnya. Parah dah, Tuhan ngasih dia tampang ganteng tapi keknya lupa ngasih otak. Ckck. Tiap hari pengennya nganterin gue balik mulu, lah gue kan males ya, dikata gue gaada duit buat naek taksi apa. Tapi gapapa deh yang penting gue dapet tiketnya tanpa perlu ngantri.”
“tapi lu keren bisa bikin dia bertahan lebih dari sebulan sama lo, padahal gue kira dia bakal mutusin lo seminggu setelah jadian. Secara kan dia playboy nya parah banget! Hahaha keren lo, Ndah!”

“hahaha gampang dah ntar gue kasih tips bikin orang kayak Hamids jatuh sejatuh-jatuhnya orang jatuh cinta sama kita. Btw, tengkyu nih ya gue mau ke atas dulu nyamperin ke kelasnya. Mau gue putusin itu tiang. Udah gak kuat gue sama dia. Lain kali main Truth Or Dare kayak gini lagi ya, lumayan dapet tiket gratisan.”

                Langkah kaki mungil itu mulai terdengar menaiki anak tangga dengan Hamids yang berdiri mematung diatasnya. Suara khas dari seorang yang terindah dimatanya kini berubah menjadi suara paling mengerikan dan menyakitkan bak suara sangkakala. Indah yang membuatnya merasa dicintai dengan sangat tulus ternyata hanya mempermainkan Hamids. Bahkan menjadi bahan taruhannya untuk sekedar mendapatkan tiket konser sebuah boyband secara gratis.

                Tiba-tiba Hamids seakan mendengar kembali suara Okta tempo hari; “hati-hati, Mids. Gue takutnya lo bakal kena sendiri batu nya!”
.

.

.
Hiyaaaakkk…. Gimana? Gimana? kali ini yang ringan ringan dulu aja ya, Hahahaa asli deh ini lagi males nulis tapi sayang ada ide kalo gak ditulis bikin ngebul XD

Ohiya, cerita ini terinspirasi dari salah satu cerpen di Antologi Truth Or Dare, dan sorry ya buat yang gak ngerti COC. Abisnya bingung mau gimana lagi, jadi aja itu game ada hehehe.

Kritik, Saran, dan Komen boleh lohhh…. Hehehe tunggu Tulip Merah: 6 ya!

-          @satepadang48 

2 comments:

  1. Keren wes sering" bkin bung hamids ya

    Btw bs nyoba bkin andelaine gak thor?

    ReplyDelete
    Replies
    1. andelaine ya...... hmm belom dapet feelnya. soalnya andelaine itu bahagia terus kan aslinya wkwkwk

      Delete