haloooo...... lagi gabut nih hehe. disarankan baca ini sambil denger lagunya Jikustik - puisi. bukan apa-apa sih, biar lebih nyessss aja hehehe. langsung aja ya, selamat membaca =] *ala admin Ve*
.
.
.
.
.
Ada sesuatu yang terasa hampa
Saat langit semakin menua
Ada sesuatu yang terasa berbeda
Saat hujan tertahan diantara mega
Sendiri dan sepi, aku ingin berlari
Menelusuri mimpi yang tak kunjung menepi
Atau haruskah aku hanya berdiri disini
Mengeja bait pelangi yang hampir mati
Di penghujung hari
Ketika senja berlalu dan pergi
Ketika hati ini terhenti bernyanyi
Aku ingin kau kembali
Disini, sekali lagi!
(puisi karya: Ivane Wijaya.
CATATAN HATI)
Aku
duduk berdiam diri di meja belajar ku. Menatap lurus ke luar jendela. Menarik
beberapa nafas panjang. Memejamkan mata, mencoba merasakan angin yang berhembus
di penghujung hari yang tertutup oleh mega.
Kejam.
Pedih. Cinta.
Mungkin
tiga kata itu yang terus menerus berputar di pikiranku dan mengendap di hati.
Aku melamun, memikirkan kita. Memikirkan kamu. Membuka kembali kenangan kita
yang tak akan pudar di memori gelap ku.
Sebuah
pena seakan sudah erat menempel di tanganku. Bersamaan dengan lembaran kertas
putih kosong yang siap ditumpahkan tinta. Membuat tulisan-tulisan indah yang
pernah mewarnai dunia ku. Lembaran tulisan indah yang entah siapa yang ingin
dan sudi membacanya. Puluhan bait yang entah akan dibawa kemana oleh terpaan
sang angin.
Setahun
setelah kau pergi, aku masih sendiri. Mengingat punggung indahmu yang kala itu
begitu saja meninggalkanku. Melihat bibirmu yang kala itu dengan lancarnya
memutuskan hubungan kita dalam putaran rekaman di dalam memori. Mendengar
ucapan busuk yang sampai saat ini menggerogoti hati ku.
Malam ini, aku
menulis puisi lagi. Entah untuk siapa tulisan-tulisan ini dibuat. Entah siapa
yang akan membacanya. Entah siapa yang akan tersenyum dengan indahnya saat
terbuai kalimat yang ku tulis. Entah siapa pula yang akan membalas tulisan
indah ini. Yang pasti semenjak kurang lebih setahun lalu, bukan kamu yang
melakukan hal-hal yang ku sukai itu. Bukan kamu yang membaca. Bukan kamu yang
tersenyum dengan indahnya saat terbuai oleh tulisan ku. Bukan kamu yang
memberikan balasan atas umpatan hati ku ini. Sungguh, aku ingin kau kembali.
***
Seperti biasa,
aku menjalani hari-hari ku di sekolah tidak berbeda dengan saat bersamamu. Aku
tetap makan siang di kantin dengan teman-teman ku. Aku tetap berangkat dan
pulang, diantar dan dijemput Kang Dadang, supir pribadi ku. Aku tetap
tersenyum, tertawa, atau sedih saat nilai ulangan dibagikan. Aku tetap aku di
sekolah.
Tetapi ada
satu yang berbeda sekarang. Aku yang dulu selama menjalin cinta denganmu jarang
memperhatikanmu di sekolah, sekarang justru menjadi seorang yang amat mengagumi
sekaligus membenci mu. Aku yang dulu terlihat tidak ingin mengumbar hubungan
kita, sekarang berbalik berteriak di dalam hati bahwasanya aku sangat ingin semua
orang tahu bahwa kau pernah menjadi milikku. Harus ku akui, aku masih
menyayangimu. Namun aku sadar sekarang, hatiku tak lagi dapat memiliki hatimu.
Perih. But, I’m ok. Haha, bohong. Aku rapuh.
Kamu bersama
teman-teman mu berjalan melewati kelas ku dengan santainya. Ya, geng
cowok-cowok keren di angkatan kita. Geng mu yang di juluki westlife oleh
beberapa murid perempuan karena ketampanan semua anggotanya. Aku tak tahu jika
diantara kalian ada yang homo seperti rumor yang beredar di boyband itu, tapi
yang jelas itu bukan kamu. Aku pun tak tahu apa kau masih mau untuk sekedar
melihat ke arah ku, Aku yang bersembunyi dalam tunduk. Tubuh tinggi tegap
idealmu masih menjadi favoritku. Walau aku yang sedang duduk di kursi panjang
depan kelas tak sanggup menatapmu. Namun setelah berlalu, aku tak bisa
memungkiri kalau aku masih nyaman menatap punggung mu.
“udah, Gre. Cowok bukan Cuma
dia….” Seorang temanku membuyarkan lamunan indah siang ini.
“susah, len. Semakin gue coba
buat lupain dia, semakin gue gagal.”
Move
on itu susah. Sulit. Capek. Apalagi move on dari orang seperti mu. Seorang
pujangga, penyair bait romantis. Seorang yang tampan, digilai gadis-gadis.
Seorang pangeran yang pernah memperlakukan ku bak putri kerajaan. Pemberi
kepastian. Pengumbar bukti kebahagiaan. Pembuat seorang gadis biasa sepertiku
merasa sempurna.
Hubungan
kita memang hanya satu bulan, tetapi kenangan nya seperti melebihi seribu
tahun. Setiap moment bersamamu adalah memori yang harus ku format namun sudah
tak mungkin karena terlanjur dirubungi virus. Iya, virus hati.
Kenangan kita
di dalam tubuhku bagaikan baterai handphone yang sudah kembung. Ingin rasanya
membuang sampah yang menyusahkan itu, tapi handphone akan mati tanpa baterai.
Sama hal nya dengan kenangan kita. Aku ingin sekali, bahkan sangat ingin
membuang kenangan kita berdua. Tapi aku kacau tanpa kenangan itu. Aku bisa
mengganti baterai itu, tetapi seperti sebuah handphone baru yang memang sudah
terpasang dari awal dengan baterai itu, sama sih namun masih bukan pasangannya. Apalagi kalau baterai KW. Move
on ku tidak semudah move on mu. Move on ku masih seperti gajah yang bertelur.
Tidak mungkin bisa. *ini apasih-____-*
Aku
bodoh dalam hal menjaga hati. Aku bodoh telah sempat bersedia untuk menjaga
hatimu. Aku bodoh telah menjatuhkan hatiku untukmu. Beruntungnya aku memiliki
teman-teman yang baik. Aku pernah tuli saat mereka memperingatkanku tentang
pribadi mu. Aku pernah berlagak buta seolah sebelum mendekatiku, aku tak pernah
melihat kamu sering menjatuhkan hati gadis-gadis lain di sekolah lalu
meninggalkan mereka begitu saja. Aku yang memang tuli dengan cap ‘Penjahat
Hati’ yang mereka peringatkan. Beruntungnya aku memiliki mereka yang tidak
pernah sekali pun menyalahkan pilihan terbodoh ku hingga membuatku rapuh.
“nunggu jemputan, Gre?” sial.
Kamu tiba-tiba berdiri di samping ku, di depan sekolah. Tempat biasa aku
menunggu jemputan. Dan…. Tempat biasa kita menunggu taksi untuk pulang bersama.
Hei tampan, Untuk apa kamu mengajak ku berbicara?
“i-iya, Mids.” Jawabku singkat.
Oh, mata coklat indahmu itu…… aku tak sanggup menatapmu.
“kang Dadang mungkin masih di
jalan.” Kamu tidak berubah, masih sama seperti dulu. Aku hanya tersenyum lalu
berusaha menyibukkan diri dengan smartphone di tanganku. Aku tak ingin jatuh
lebih dalam lagi oleh pesona mu. Cukup segini saja, aku sudah kacau.
“gue duluan ya. Hati-hati jangan
terlalu mepet jalanan, motor yang lewat suka gak tau jalanan rame soalnya. Bye,
Grecot!” bodohnya aku yang berharap kau ajak pulang bersama denganmu lagi. Kamu
berjalan pergi menyeberangi jalanan, menghampiri mobil sedan hitam dengan
teman-temanmu di dalamnya.
Grecot.
Panggilan sayangmu untukku dulu. Hanya kamu yang memanggilku dengan sebutan
itu. tidak, tidak gre. Aku tidak boleh terlalu percaya diri menganggapmu
merindukanku, merindukan puisi terindahku yang ku buat hanya untukmu. Tidak,
tidak gre. Hamids hanya iseng. Percayalah.
Begitulah
kamu, Hamids. Sadar gak sih kalau kamu menjatuhkan ku lagi? aku memang lemah.
Hanya kalimat basa-basi-busuk ditengah kejenuhanmu menunggu, aku bisa-bisanya
terjatuh lagi. Terpana oleh pesona mu. Terbuai oleh aura mu.
Penjahat
hati. Kamu. Entah mengapa saat ini aku benar-benar menjadi orang yang sangat
membenarkan julukan itu pantas melekat padamu. Penjahat hati, tidak jauh
berbeda dengan penjahat wanita. Hanya terpisah oleh norma dan nilai. Penjahat
hati memberikan berjuta perhatian, kasih sayang, untaian kata cinta, dan
perlakuan bak seorang putri untuk kekasihnya lalu memutuskan hubungan saat
kekasihnya sedang cinta-cintanya. Tanpa alasan, tanpa penjelasan. Seperti aku
yang kamu tinggalkan begitu saja.
***
Wahai cinta,
Jika ikhlas yang kau harap adalah perpisahan
Jika tulus yang kau maksud adalah kepergian
Jika makna cinta adalah keinginan saling menyakiti
Aku menyesal telah sepenuh hati mencintaimu
(puisi karya: Brandal Santri.
SENDIRIKU DAN CINTA SEBENTARMU)
Seperti malam
– malam bodoh lainnya, aku kembali menulis puisi. Umpatan tentang hati yang
tersakiti. Umpatan tentang hati yang terlantar berharap diperhatikan. Umpatan
tentang hati yang masih mencintaimu.
Aku tak pernah
menangisi kepergianmu. Menangis bukan caraku meluapkan isi hati. Aku lebih suka
mengumpat. Bukan, bukan dengan kata – kata kasar. Umpatan tentang hatiku, ku
tumpahkan di lembaran kertas putih kosong. Menulis kata – kata indah,
menceritakan kenangan kita dalam kumpulan bait puisi.
Kau pasti tahu
awalnya aku tidak menyukai puisi, bahkan aku cenderung membenci bualan seperti
itu. Namun semua berubah saat kau mengirimkan puisi – puisi cintamu yang masih
tersimpan dengan rapi di sebuah kotak kenangan yang seharusnya sudah ku buang
untuk menghapus jejak kisah romansa kita. Dulu aku sangat bersusah payah,
berfikir keras untuk membalas puisi yang kau berikan. Sekarang? Aku bukan hanya
kecanduan dirimu, namun juga kecanduan akan karya sastra yang indah itu.
Mungkin itu juga yang membuatku sampai sekarang belum juga menemukan
penggantimu di hatiku.
***
“sendirian, Gre?” kamu lagi.
sial. Mengapa susah sekali untuk tidak terlihat di matamu.
“menurut lo?” oke, aku harus
tegas. Jangan gugup, Gre. Bersikaplah cuek kepadanya.
“sendirian sih kayaknya. Apa
karna gue gak punya indera ke enam ya? Hehe.” Jangan, jangan begitu. Jangan
membiarkanku melihatmu membuat percakapan konyol. Itu yang sangat amat ku
rindukan darimu.
Aku
berusaha mengabaikanmu. Sangat amat berusaha. Ku ambil buku sembarangan yang berada
di sekitarku. Sial. Aku lupa kalau Hamids sering mengunjungi perpustakaan. Dulu
kita beberapa kali ke toko buku dan perpustakaan sekolah ini berdua. Kau ingat?
Ah, aku kan ingin melupakan segala tentangmu. Tapi aku memang tidak bisa lupa,
tentang kamu yang menyukai sastra, tentang kamu yang menyukai olahraga rugby
dan tennis, tentang kamu yang sangat menggemari Khalil Gibran, dan tentang kamu
yang….. ah, sudahlah.
Jam
kosong. Jam pelajaran kesukaanku. Sebagai seorang murid SMA yang bukan golongan
siswi pintar di sekolah, aku menunggu jam kosong seperti ini. Tanpa tugas.
Santai. Aku dan teman-temanku memutuskan untuk pergi ke kantin sekolah. Ya
walaupun itu melanggar peraturan, tapi masa bodo lah. Lagian kan kantin ini
dekat dengan kelas ku. Semoga saja tidak ada yang mengawasi cctv.
Seperti
ABG ABG SMA pada umumnya. Sambil makan dan minum cantik, kami membicarakan
berbagai hal. Ngalor-ngidul, upak-upuk
entah apa intinya. Dari A – Z, dari yang jelas sampai yang tidak jelas, dari
yang gak penting sampai yang gak penting banget. Haha, tapi aku nyaman bersama
mereka.
Tawa kami
mungkin terdengar cukup nyaring karena kantin sedang sepi di jam pelajaran.
Sampai kamu datang dengan teman-teman sekelasmu yang baru selesai pelajaran
olahraga. Kamu yang berkeringat, sungguh memikat hati. Seakan teman-temanmu
lainnya yang juga tampan seperti tak terlihat. Mario, Okta, bahkan Andrew yang
terkenal akan ketampanan nya kali ini terlihat biasa saja jika kau berada di
sekitarnya.
“hai, Gre! Jam kosong? Pelajaran
siapa?” ah, kenapa kau harus menghampiriku? Kembalilah ke teman-temanmu yang
mulai menempatkan pandangan ke arah ku.
“iya, Mids. Ekonomi.” Aku
bersikap cuek. Teman-temanku seketika fokus kembali ke makanan mereka.
Inginku
memelukmu, namun apadaya tangan tak sampai. Inginku menyeka keringat yang
mengalir dari pelipismu, namun apadaya nyali ku tak sebuas serigala. Sungguh,
aku sangat amat membencimu dalam bait umpatan.
“woy, Mids! Inget Indah itu si
dedek lucuq. Udah jadian juga, masih aje modusin mantan.” Ucap Mario lalu suasana
kantin menjadi ramai menyoraki dan menyelamati Hamids yang sepertinya baru
jadian. Lagi.
Ini
sudah yang kesekian kalinya kamu berpacaran dengan orang lain setelah putus
denganku. Sedangkan aku? Masih kamu aja yang ada di otak dan hati. Sebagai
stalker sejati, mungkin ini sudah yang ke 7 setelahku. Manda, Tya, Farin,
Ayana, Michelle, Aurel, dan yang baru saja jadi pacarmu si Indah itu. Indah
berada satu tingkat dibawahku. Ia anak kelas 10 IPA. Entah IPA berapa, aku tak
begitu perduli. Yang jelas, Indah harus siap menjadi korban si penjahat hati
berikutnya.
“Traktir kali, Mids. Biar
langgeng!” sambar salah satu teman sekelasnya yang terdengar nyaring.
“iya elah, gampang. Makan dah
sepuasnya lu pada, nanti gue yang bayar!” kamu sangat bahagia, terlihat dari
ekspresi di wajahmu. Selamat ya, semoga yang ini juga cepat putusnya.
Berlama-lama
disini membuatku kebakaran jenggot. Teman – temanmu yang norak itu terus
menerus membicarakanmu dengan Indah. Menceritakan ‘penembakan’ mu terhadap
Indah. Lalu dengan kerasnya mereka berucap ‘sabar ya, Gre!’
Dasar
mulut sampah. Aku berusaha menahan langkahku untuk pergi agar terlihat sudah
tidak perduli dengan apapun tentang kehidupanmu. Namun aku sangat amat
berterimakasih kepada teman – temanku yang langsung berdiri membayar makanan
yang kami pesan lalu menarik pergelangan tanganku untuk pergi dengan santainya.
Ya, setidaknya aku ditarik. Bukan menarik diri.
***
Berat hati menerima kehilanganmu
Tegarkan aku saat kau memilih dirinya
Hari ini
ekstrakurikuler ku libur. Namun aku malas pulang terlalu dini, kuputuskan untuk
berjalan mengikuti kemana kaki ku melangkah. Aku berjalan entah menuju kemana, menyusuri sekolah di sore hari
yang cerah ini. Dengan earphone yang menyangkut di telingaku, aku seakan
terbawa suasana galau yang ku putar dari playlist berisi lagu-lagu galau di
iPod ku. Entah mengapa, sore ini sedang mood mendengarkan lagu-lagu galau. Kali
ini yang sedang menggema dan menggelegar di telingaku adalah lagu berjudul
‘Pergi Cinta’ yang dipopulerkan oleh Audi. Syalan, galau banget.
Theater.
Ku putuskan untuk masuk ke Theater sekolah karena Elaine sedang latihan untuk
sebuah drama yang akan di lomba kan minggu depan. Makanya akhir-akhir ini
Elaine jarang ikut main, ia disibukkan oleh Ekstrakurikuler drama nya. Dan aku kepo. Hehe.
Memasuki
tempat yang gelap dengan ratusan kursi penonton ala bioskop ini, membuatku
merasa sepi, sendiri. Ditambah lagi tidak ada murid yang menonton latihan
mereka. Beberapa orang di atas stage juga sedang sibuk membuat properti untuk
menunjang cerita yang dibawakan Elaine dan rekan – rekannya. Sekolah ku
kebetulan menjadi tuan rumah untuk lomba drama tingkat SMA yang biasanya
diadakan setahun sekali ini.
Elaine sangat
bagus bermain peran, begitupun…… indah. Kenapa ada dia? Setahuku indah ikut
ekstrakurikuler masuk jurang. Ih, kzl zbl. Acting nya seharusnya biasa saja,
lah ini malah terkesan menel – menel kalau menurutku. Padahal peran nya Cuma
jadi pohon. Apa aku jadi ikut membenci Indah karena ia sekarang pacar mantan
ku? Ah tidak, aku harus objektif. Aku tak boleh membencinya, kasihan dia. Indah
gak lama lagi juga akan rapuh, sama sepertiku. Iya, Indah kan calon korban
selanjutnya si Penjahat Hati. Ckck kasian banget sih, kayak gue.
Keluar dari
theater. Itu adalah keputusan terbaik sebelum kena sawan nya Indah. Ku lanjutkan perjalananku mengikuti langkah kaki
ku. Menyusuri jalanan ini, jalan menuju lapangan tennis sekolah. Lah? Kok
kesini? Tennis kan ekstrakurikuler kamu, Mids. Kamu tahu, sudah hampir setahun
ini aku tidak pernah melewati jalan ini. Rasanya seperti tersesat saat kau
menjauh.
Ingatkah kamu
kalau dulu kita sering berjalan menyusuri jalan ini seusai aku menunggumu
latihan tennis? Sore-sore indah itu seakan terasa nyata saat ini. Ingatanku
mendarat pada landasan kenangan kita yang berjalan berdua di sore yang cerah
seperti hari ini. Kau menggenggam tanganku, kami bergandengan tangan. Sambil
menggenggam tanganku, kamu menceritakan hal-hal konyol yang membuatku tertawa
dengan lepasnya. Tak jarang pula kamu melontarkan gombal-gembel yang selalu
membuatku terbang melayang. Haha, kamu sekarang udah jadi pacar orang. Lagi.
Kenapa
selalu ada kamu di setiap tempat, Mids? Kenapa selalu ada kamu yang mempesona?
Kenapa selalu ada kamu yang menggetarkan hatiku? Aku melihatmu lagi, Mids.
Capek tau gak? Capek merhatiin punya orang terus. Capek lihat punggungmu, capek
jatuh hati berkali-kali kepadamu, capek hati, capek pikiran, capek segalanya!
Kau
memasukkan beberapa bola tennis mu ke dalam tas, lalu mengambil sebuah handuk
kecil untuk mengelap keringatmu sendiri. Kau tahu bagaimana yang aku rasakan
saat melihatmu mengelap keringatmu sendiri? Kamu pernah nonton film The Hunger
Games gak? Sama persis dengan scene dimana Katniss Everdeen keluar dari barisan
saat pemilihan calon tribute untuk mewakili distrik 12, lalu ia berteriak
dengan lantangnya ‘I VOLUNTEER!’ ingat? Begitulah kira-kira jeritan hatiku.
Kapan lagi ku tulis untukmu
Tulisan – tulisan indahku yang dulu
Pernah warnai dunia
Puisi terindahku hanya untukmu
Sebuah
lagu yang cukup legendaris di kalangan orang-orang galau mulai mengisi saluran
telingaku, suara khas seorang Pongky menggema di gendang telingaku. Ya, lagu
yang sedang ku putar ini berjudul ‘Puisi’ yang dipopulerkan oleh band asal
Jogja, Jikustik. Liriknya sangat pas dengan perasaanku satu tahun belakangan
ini. Sendu. Menunggu waktu dimana aku memberikan puisi – puisi umpatan tentang
hati yang sudah menumpuk ini kepadamu.
Aku
tak kuasa mengingat saat-saat bersamamu. Semuanya melemahkanku. Aku bergegas
meneruskan langkahku. Ah, mungkin pulang saja mengingat sekarang sudah hampir
petang. Lagi pula, aku tidak ingin kau melihatku, Mids. Ku harap kamu mati
saja, Mids. Mati di dalam hatiku. Iya, aku. Aku yang pernah engkau kuatkan. Aku
yang pernah kau bangkitkan. Aku yang pernah kau beri rasa. Dan aku yang pernah
kau hancurkan. Hih. Sedih banget.
“Gracia!” aku menghentikan
langkahku. Aku paham betul suara siapa disana. Di belakang ku.
“Gre, Grecot! Tunggu!” aku
berbalik ke kebelakang, mengikuti arah suara itu.
Kamu
berlari kecil menghampiriku. Lalu nyengir-nyengir gak jelas sambil memburu
nafas. Ah payah, katanya atlet tennis kok baru lari sedikit saja sudah butuh
oksigen? Sini sini aku yang kasih aja.
“apa?” tanyaku cuek. Sebenarnya
di cuek-cuekin, karena mau bagaimanapun aku tidak bisa mengabaikanmu, Hamids.
“mau pulang bareng? Ekstra lo
udah selesai kan?” apa? ngaco!
“sorry, kang Dadang udah jemput.”
Ucapku sambil berniat ngeloyor pergi. Sebenarnya, ingin sekali aku meng-iya-kan
mu. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Ambisiku tidak boleh sampai
nyata. Ambisiku adalah kamu, dan kamu adalah candu. Aku tidak sanggup lagi
dihancurkan untuk kedua kalinya. Aku tak ingin mati karena cinta bodoh seperti
ini. Aku ingin hidup normal tanpa bayanganmu.
“gre, kenapa sih lo sekarang
ngejauhin gue?” ia menggenggam pergelangan tanganku. Tolong ya, mas. Sekalian
tanganku aja, jangan Cuma pergelangan nya. oh, salah. Gracia kali ini gak boleh
kalah. Aku reflek melepaskan tanganku lalu berhadapan dengannya.
“apasih?! Gue mau pulang, kalo
gak penting mending gak usah buang waktu!” sungguh, bibirku bergetar
mengucapkannya. Aku tak sampai hati membentaknya. Membentak orang yang sangat
kucintai.
“gre, kok lu begitu sih
sekarang?” aku hanya menunduk menahan tangis. “Gre, tatap mata gue.”
Intonasinya sangat lembut. Ini Hamids –ku, sungguh.
Maksud
kamu apa menyuruhku menatap matamu? Supaya apa? supaya kamu tahu kalau aku
masih sangat mencintaimu? Supaya kamu tahu kalau aku setengah mati mencoba
menghapus bayanganmu? Supaya kamu tahu sehancur apa perasaanku ketika melihat
mata coklatmu yang menghipnotis ku itu? hih! Anjir kena gue. Pretlah lu, Mids.
Aku
menatap matanya. Tatapan nya dalam. Ya tuhan, cabut aku. Jemputlah aku. Aku tak
sanggup melihat keindahan nya, keindahan ciptaan-Mu. Sekarang apa? aku tak akan
kalah. Ya Tuhan, yang tadi Cuma bercanda aja. Jangan cabut aku, aku gak akan
kalah dengan bajingan ini. Penjahat hati ini.
“yang mana yang begitu, Mids?!
Coba jawab. Yang mana yang berubah dari gue?!” kamu hanya diam memandangiku
yang mulai menjatuhkan air mata.
“lo pikir lo siapa bisa bersikap
seenaknya sama gue?! Lo dateng ke gue, ngasih perhatian, cinta, warna dan semua
yang cewek pengen. Lo perlakuin gue kayak putri kerajaan, lo buat gue mencintai
puisi. Trus tiba-tiba gak ada apa-apa lo dateng ke rumah gue bilang putus?!
Sial. Lo pikir lo siapa? Hah?!” air mataku mengalir deras, senada dengan
gejolak umpatan kebencianku yang meluap.
“sekarang lo dateng lagi, padahal
lo udah punya pacar baru untuk urutan yang ke 7 setelah gue. Mau lo apasih?
Kurang puas liat gue rapuh? Belom puas liat gue kacau? Masih pengen liat gue
kehilangan arah?”
“urusin tuh pacar lo yang nomor
urut 7 setelah gue itu, masih mau waiting list berapa nomor lagi? mau dipacarin
sampe tanggal berapa? Biar gue kasih tau dia, biar dia siap. Biar dia gak kacau
kayak gue. Ini Gila!” aku masih mengumpat. Kali ini benar-benar mengumpat.
Kamu
hanya diam dan masih terus menatapku dalam. Tubuhku bergetar hebat, lemas
akibat meluapkan kebencian dalam relung hati.
“gue Cuma pengen kita temenan
aja, Gre. Kayak dulu lagi, sebelum gue pernah jadi pacar lo. Gue gak mau lo
membenci gue.” Kamu melihat ke arah lain, namun tatapanmu kosong.
“temen? Jauhin gue kalo emang lo
masih mau jadi temen gue. Lagipula sebelum lo ngedeketin gue, kita gak pernah
jadi temen. Lo gak pernah beneran Cuma temenan sama cewek, lo emang bahagia kan
jadi penjahat hati? Nyesel gue dulu gak dengerin apa yang temen-temen gue
bilang tentang lo.”
“untuk masalah gue benci apa
enggak sama lo? Jawabannya enggak. Gue benci diri gue yang gak pernah dan gak
akan pernah bisa benci sama lo.”
“dan tolong, Mids. Biarin
gue ngerasain sakit untuk perlahan menghapus bayangan lo di hidup gue. Gausah
sok mau mengobati luka yang lu buat ini. Gue bisa sendiri.”
Aku
meninggalkanmu dalam bungkamnya tatapan tak percayamu atas apa yang baru saja
kuucap. Kenapa? Kaget? Aku sudah muak dengan perasaan ini. Perasaan bodoh yang
terus-menerus menusuk jantungku. Perasaan bodoh yang mencintaimu dalam diamnya
ambisi dan berisiknya permintaan hati. Perasaan bodoh yang rasanya selalu ingin
mengumpat setiap melihatmu. Aku mencintaimu dalam amarah yang membuncah, dalam
kebencian yang mendalam, dalam setiap kata yang terukir indah pada bait-bait
harmoni yang entah siapa pembacanya.
***
Malam
ini hujan turun. Bersama dengan rangkaian kenangan yang mengukir luka di hati.
Aku menatap hujan dari balik jendela kamarku. Setiap tetes air hujan yang jatuh
ke bumi melukiskan bayanganmu. Melukiskan wajah tampanmu. Melukiskan kenangan
kita. Mengapa kenangan kita banyak sekali sih? Kita pacaran Cuma satu bulan,
tapi aku galau nya satu tahun. Seberapa seringkah kita menghabiskan waktu
bersama sampai-sampai apapun yang terjadi di hidupku selalu membayang wajahmu?
aku memandangmu dari balik
jendela
samar-samar
maka aku selalu berharap terang
agar bisa jelas mataku meraihmu
aku menyukaimu melebihi semua
kata
maka setiap tinta yang aku
goreskan ada namamu sebagai jengkalnya
aku menyukaimu melampaui segala
suara
maka setiap ucapan yang aku
katakan ada ingatan tentangmu sebagai napasnya
aku menaburkan namamu di setiap
sajakku
tanpa nyali untuk menyampaikannya
aku akan menunggu dalam tenang
aku akan menunggu dalam diam
sampai ketika tak lagi kupandang
kau dari balik jendela
sampai ketika kita saling
bertatap mata
(puisi karya: kwartika ade
arimbi. LAMUNAN JENDELA)
Aku
tak tahu sampai kapan aku begini. Terus-terusan berada dalam lingkaran
kesakitan bekas kekejian penjahat hati sepertimu. Yang jelas, hanya puisi yang
menemaniku menuangkan pikiran liarku tentang kenangan kita, tentang perasaan
cintaku, tentang lamunanku.
Mungkinkah kau akan kembali lagi
Menemaniku menulis lagi
Kita arungi bersama
Puisi terindahku hanya untukmu….
(jikustik – puisi)
gimana? gimana? kritik saran dan kalo bisa komen boleh loh.... bisa juga kenalan sama gue di @satepadang48 hehehe tunggu Tulip Merah : 5 yaaaaa XD
Keren nihh.....
ReplyDeleteSumpah bikin baper bgt lu min 😂
hehehe makasih yaaa kak
DeleteTulip merah nya ditunggu banget.. yg ini yah, udah lah bikin baper :v
ReplyDeletemakasih kak XD
DeleteHuaa :(( authornya jahat, gue mau nangis ini :'(
ReplyDeletebaperan saya duhh ...
yah jangan nangis dong, emang ada yg menyeka air mata nya? hehehe
Deletemakasih udah mau baca XD
Huhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"
ReplyDeletewaduhhh sabar kak kalo gitu hehehe
DeleteHuhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"
ReplyDeleteHuhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"
ReplyDeleteShueeee.... :D minta dikeplak nih orang! berantem nyok!!! :v #ngene
ReplyDeletejangan berantem ah kak, aku masih anak kecil :(
Delete