Tuesday, 7 April 2015

Umpatan Tentang Hati

haloooo...... lagi gabut nih hehe. disarankan baca ini sambil denger lagunya Jikustik - puisi. bukan apa-apa sih, biar lebih nyessss aja hehehe. langsung aja ya, selamat membaca =] *ala admin Ve*

.
.
.
.
.




Ada sesuatu yang terasa hampa
Saat langit semakin menua
Ada sesuatu yang terasa berbeda
Saat hujan tertahan diantara mega

Sendiri dan sepi, aku ingin berlari
Menelusuri mimpi yang tak kunjung menepi
Atau haruskah aku hanya berdiri disini
Mengeja bait pelangi yang hampir mati

Di penghujung hari
Ketika senja berlalu dan pergi
Ketika hati ini terhenti bernyanyi
Aku ingin kau kembali
Disini, sekali lagi!
(puisi karya: Ivane Wijaya. CATATAN HATI)


                Aku duduk berdiam diri di meja belajar ku. Menatap lurus ke luar jendela. Menarik beberapa nafas panjang. Memejamkan mata, mencoba merasakan angin yang berhembus di penghujung hari yang tertutup oleh mega.

                Kejam. Pedih. Cinta.

                Mungkin tiga kata itu yang terus menerus berputar di pikiranku dan mengendap di hati. Aku melamun, memikirkan kita. Memikirkan kamu. Membuka kembali kenangan kita yang tak akan pudar di memori gelap ku.

                Sebuah pena seakan sudah erat menempel di tanganku. Bersamaan dengan lembaran kertas putih kosong yang siap ditumpahkan tinta. Membuat tulisan-tulisan indah yang pernah mewarnai dunia ku. Lembaran tulisan indah yang entah siapa yang ingin dan sudi membacanya. Puluhan bait yang entah akan dibawa kemana oleh terpaan sang angin.

Setahun setelah kau pergi, aku masih sendiri. Mengingat punggung indahmu yang kala itu begitu saja meninggalkanku. Melihat bibirmu yang kala itu dengan lancarnya memutuskan hubungan kita dalam putaran rekaman di dalam memori. Mendengar ucapan busuk yang sampai saat ini menggerogoti hati ku.

Malam ini, aku menulis puisi lagi. Entah untuk siapa tulisan-tulisan ini dibuat. Entah siapa yang akan membacanya. Entah siapa yang akan tersenyum dengan indahnya saat terbuai kalimat yang ku tulis. Entah siapa pula yang akan membalas tulisan indah ini. Yang pasti semenjak kurang lebih setahun lalu, bukan kamu yang melakukan hal-hal yang ku sukai itu. Bukan kamu yang membaca. Bukan kamu yang tersenyum dengan indahnya saat terbuai oleh tulisan ku. Bukan kamu yang memberikan balasan atas umpatan hati ku ini. Sungguh, aku ingin kau kembali.
***

Seperti biasa, aku menjalani hari-hari ku di sekolah tidak berbeda dengan saat bersamamu. Aku tetap makan siang di kantin dengan teman-teman ku. Aku tetap berangkat dan pulang, diantar dan dijemput Kang Dadang, supir pribadi ku. Aku tetap tersenyum, tertawa, atau sedih saat nilai ulangan dibagikan. Aku tetap aku di sekolah.

Tetapi ada satu yang berbeda sekarang. Aku yang dulu selama menjalin cinta denganmu jarang memperhatikanmu di sekolah, sekarang justru menjadi seorang yang amat mengagumi sekaligus membenci mu. Aku yang dulu terlihat tidak ingin mengumbar hubungan kita, sekarang berbalik berteriak di dalam hati bahwasanya aku sangat ingin semua orang tahu bahwa kau pernah menjadi milikku. Harus ku akui, aku masih menyayangimu. Namun aku sadar sekarang, hatiku tak lagi dapat memiliki hatimu. Perih. But, I’m ok. Haha, bohong. Aku rapuh.

Kamu bersama teman-teman mu berjalan melewati kelas ku dengan santainya. Ya, geng cowok-cowok keren di angkatan kita. Geng mu yang di juluki westlife oleh beberapa murid perempuan karena ketampanan semua anggotanya. Aku tak tahu jika diantara kalian ada yang homo seperti rumor yang beredar di boyband itu, tapi yang jelas itu bukan kamu. Aku pun tak tahu apa kau masih mau untuk sekedar melihat ke arah ku, Aku yang bersembunyi dalam tunduk. Tubuh tinggi tegap idealmu masih menjadi favoritku. Walau aku yang sedang duduk di kursi panjang depan kelas tak sanggup menatapmu. Namun setelah berlalu, aku tak bisa memungkiri kalau aku masih nyaman menatap punggung mu.

“udah, Gre. Cowok bukan Cuma dia….” Seorang temanku membuyarkan lamunan indah siang ini.

“susah, len. Semakin gue coba buat lupain dia, semakin gue gagal.”

                Move on itu susah. Sulit. Capek. Apalagi move on dari orang seperti mu. Seorang pujangga, penyair bait romantis. Seorang yang tampan, digilai gadis-gadis. Seorang pangeran yang pernah memperlakukan ku bak putri kerajaan. Pemberi kepastian. Pengumbar bukti kebahagiaan. Pembuat seorang gadis biasa sepertiku merasa sempurna.

                Hubungan kita memang hanya satu bulan, tetapi kenangan nya seperti melebihi seribu tahun. Setiap moment bersamamu adalah memori yang harus ku format namun sudah tak mungkin karena terlanjur dirubungi virus. Iya, virus hati.

Kenangan kita di dalam tubuhku bagaikan baterai handphone yang sudah kembung. Ingin rasanya membuang sampah yang menyusahkan itu, tapi handphone akan mati tanpa baterai. Sama hal nya dengan kenangan kita. Aku ingin sekali, bahkan sangat ingin membuang kenangan kita berdua. Tapi aku kacau tanpa kenangan itu. Aku bisa mengganti baterai itu, tetapi seperti sebuah handphone baru yang memang sudah terpasang dari awal dengan baterai itu, sama sih namun masih bukan pasangannya. Apalagi kalau baterai KW. Move on ku tidak semudah move on mu. Move on ku masih seperti gajah yang bertelur. Tidak mungkin bisa. *ini apasih-____-*

                Aku bodoh dalam hal menjaga hati. Aku bodoh telah sempat bersedia untuk menjaga hatimu. Aku bodoh telah menjatuhkan hatiku untukmu. Beruntungnya aku memiliki teman-teman yang baik. Aku pernah tuli saat mereka memperingatkanku tentang pribadi mu. Aku pernah berlagak buta seolah sebelum mendekatiku, aku tak pernah melihat kamu sering menjatuhkan hati gadis-gadis lain di sekolah lalu meninggalkan mereka begitu saja. Aku yang memang tuli dengan cap ‘Penjahat Hati’ yang mereka peringatkan. Beruntungnya aku memiliki mereka yang tidak pernah sekali pun menyalahkan pilihan terbodoh ku hingga membuatku rapuh.

“nunggu jemputan, Gre?” sial. Kamu tiba-tiba berdiri di samping ku, di depan sekolah. Tempat biasa aku menunggu jemputan. Dan…. Tempat biasa kita menunggu taksi untuk pulang bersama. Hei tampan, Untuk apa kamu mengajak ku berbicara?

“i-iya, Mids.” Jawabku singkat. Oh, mata coklat indahmu itu…… aku tak sanggup menatapmu.

“kang Dadang mungkin masih di jalan.” Kamu tidak berubah, masih sama seperti dulu. Aku hanya tersenyum lalu berusaha menyibukkan diri dengan smartphone di tanganku. Aku tak ingin jatuh lebih dalam lagi oleh pesona mu. Cukup segini saja, aku sudah kacau.

“gue duluan ya. Hati-hati jangan terlalu mepet jalanan, motor yang lewat suka gak tau jalanan rame soalnya. Bye, Grecot!” bodohnya aku yang berharap kau ajak pulang bersama denganmu lagi. Kamu berjalan pergi menyeberangi jalanan, menghampiri mobil sedan hitam dengan teman-temanmu di dalamnya.

                Grecot. Panggilan sayangmu untukku dulu. Hanya kamu yang memanggilku dengan sebutan itu. tidak, tidak gre. Aku tidak boleh terlalu percaya diri menganggapmu merindukanku, merindukan puisi terindahku yang ku buat hanya untukmu. Tidak, tidak gre. Hamids hanya iseng. Percayalah.

                Begitulah kamu, Hamids. Sadar gak sih kalau kamu menjatuhkan ku lagi? aku memang lemah. Hanya kalimat basa-basi-busuk ditengah kejenuhanmu menunggu, aku bisa-bisanya terjatuh lagi. Terpana oleh pesona mu. Terbuai oleh aura mu.

                Penjahat hati. Kamu. Entah mengapa saat ini aku benar-benar menjadi orang yang sangat membenarkan julukan itu pantas melekat padamu. Penjahat hati, tidak jauh berbeda dengan penjahat wanita. Hanya terpisah oleh norma dan nilai. Penjahat hati memberikan berjuta perhatian, kasih sayang, untaian kata cinta, dan perlakuan bak seorang putri untuk kekasihnya lalu memutuskan hubungan saat kekasihnya sedang cinta-cintanya. Tanpa alasan, tanpa penjelasan. Seperti aku yang kamu tinggalkan begitu saja.
***

Wahai cinta,
Jika ikhlas yang kau harap adalah perpisahan
Jika tulus yang kau maksud adalah kepergian
Jika makna cinta adalah keinginan saling menyakiti
Aku menyesal telah sepenuh hati mencintaimu
(puisi karya: Brandal Santri. SENDIRIKU DAN CINTA SEBENTARMU)


                Seperti malam – malam bodoh lainnya, aku kembali menulis puisi. Umpatan tentang hati yang tersakiti. Umpatan tentang hati yang terlantar berharap diperhatikan. Umpatan tentang hati yang masih mencintaimu.

                Aku tak pernah menangisi kepergianmu. Menangis bukan caraku meluapkan isi hati. Aku lebih suka mengumpat. Bukan, bukan dengan kata – kata kasar. Umpatan tentang hatiku, ku tumpahkan di lembaran kertas putih kosong. Menulis kata – kata indah, menceritakan kenangan kita dalam kumpulan bait puisi.

Kau pasti tahu awalnya aku tidak menyukai puisi, bahkan aku cenderung membenci bualan seperti itu. Namun semua berubah saat kau mengirimkan puisi – puisi cintamu yang masih tersimpan dengan rapi di sebuah kotak kenangan yang seharusnya sudah ku buang untuk menghapus jejak kisah romansa kita. Dulu aku sangat bersusah payah, berfikir keras untuk membalas puisi yang kau berikan. Sekarang? Aku bukan hanya kecanduan dirimu, namun juga kecanduan akan karya sastra yang indah itu. Mungkin itu juga yang membuatku sampai sekarang belum juga menemukan penggantimu di hatiku.
***

“sendirian, Gre?” kamu lagi. sial. Mengapa susah sekali untuk tidak terlihat di matamu.

“menurut lo?” oke, aku harus tegas. Jangan gugup, Gre. Bersikaplah cuek kepadanya.

“sendirian sih kayaknya. Apa karna gue gak punya indera ke enam ya? Hehe.” Jangan, jangan begitu. Jangan membiarkanku melihatmu membuat percakapan konyol. Itu yang sangat amat ku rindukan darimu.

                Aku berusaha mengabaikanmu. Sangat amat berusaha. Ku ambil buku sembarangan yang berada di sekitarku. Sial. Aku lupa kalau Hamids sering mengunjungi perpustakaan. Dulu kita beberapa kali ke toko buku dan perpustakaan sekolah ini berdua. Kau ingat? Ah, aku kan ingin melupakan segala tentangmu. Tapi aku memang tidak bisa lupa, tentang kamu yang menyukai sastra, tentang kamu yang menyukai olahraga rugby dan tennis, tentang kamu yang sangat menggemari Khalil Gibran, dan tentang kamu yang….. ah, sudahlah.

                Jam kosong. Jam pelajaran kesukaanku. Sebagai seorang murid SMA yang bukan golongan siswi pintar di sekolah, aku menunggu jam kosong seperti ini. Tanpa tugas. Santai. Aku dan teman-temanku memutuskan untuk pergi ke kantin sekolah. Ya walaupun itu melanggar peraturan, tapi masa bodo lah. Lagian kan kantin ini dekat dengan kelas ku. Semoga saja tidak ada yang mengawasi cctv.

        Seperti ABG ABG SMA pada umumnya. Sambil makan dan minum cantik, kami membicarakan berbagai hal. Ngalor-ngidul, upak-upuk entah apa intinya. Dari A – Z, dari yang jelas sampai yang tidak jelas, dari yang gak penting sampai yang gak penting banget. Haha, tapi aku nyaman bersama mereka.

Tawa kami mungkin terdengar cukup nyaring karena kantin sedang sepi di jam pelajaran. Sampai kamu datang dengan teman-teman sekelasmu yang baru selesai pelajaran olahraga. Kamu yang berkeringat, sungguh memikat hati. Seakan teman-temanmu lainnya yang juga tampan seperti tak terlihat. Mario, Okta, bahkan Andrew yang terkenal akan ketampanan nya kali ini terlihat biasa saja jika kau berada di sekitarnya.

“hai, Gre! Jam kosong? Pelajaran siapa?” ah, kenapa kau harus menghampiriku? Kembalilah ke teman-temanmu yang mulai menempatkan pandangan ke arah ku.

“iya, Mids. Ekonomi.” Aku bersikap cuek. Teman-temanku seketika fokus kembali ke makanan mereka.

                Inginku memelukmu, namun apadaya tangan tak sampai. Inginku menyeka keringat yang mengalir dari pelipismu, namun apadaya nyali ku tak sebuas serigala. Sungguh, aku sangat amat membencimu dalam bait umpatan.

“woy, Mids! Inget Indah itu si dedek lucuq. Udah jadian juga, masih aje modusin mantan.” Ucap Mario lalu suasana kantin menjadi ramai menyoraki dan menyelamati Hamids yang sepertinya baru jadian. Lagi.

                Ini sudah yang kesekian kalinya kamu berpacaran dengan orang lain setelah putus denganku. Sedangkan aku? Masih kamu aja yang ada di otak dan hati. Sebagai stalker sejati, mungkin ini sudah yang ke 7 setelahku. Manda, Tya, Farin, Ayana, Michelle, Aurel, dan yang baru saja jadi pacarmu si Indah itu. Indah berada satu tingkat dibawahku. Ia anak kelas 10 IPA. Entah IPA berapa, aku tak begitu perduli. Yang jelas, Indah harus siap menjadi korban si penjahat hati berikutnya.

“Traktir kali, Mids. Biar langgeng!” sambar salah satu teman sekelasnya yang terdengar nyaring.

“iya elah, gampang. Makan dah sepuasnya lu pada, nanti gue yang bayar!” kamu sangat bahagia, terlihat dari ekspresi di wajahmu. Selamat ya, semoga yang ini juga cepat putusnya.

                Berlama-lama disini membuatku kebakaran jenggot. Teman – temanmu yang norak itu terus menerus membicarakanmu dengan Indah. Menceritakan ‘penembakan’ mu terhadap Indah. Lalu dengan kerasnya mereka berucap ‘sabar ya, Gre!’

                Dasar mulut sampah. Aku berusaha menahan langkahku untuk pergi agar terlihat sudah tidak perduli dengan apapun tentang kehidupanmu. Namun aku sangat amat berterimakasih kepada teman – temanku yang langsung berdiri membayar makanan yang kami pesan lalu menarik pergelangan tanganku untuk pergi dengan santainya. Ya, setidaknya aku ditarik. Bukan menarik diri.
***

Berat hati menerima kehilanganmu
Tegarkan aku saat kau memilih dirinya
               
                Hari ini ekstrakurikuler ku libur. Namun aku malas pulang terlalu dini, kuputuskan untuk berjalan mengikuti kemana kaki ku melangkah. Aku berjalan entah menuju kemana, menyusuri sekolah di sore hari yang cerah ini. Dengan earphone yang menyangkut di telingaku, aku seakan terbawa suasana galau yang ku putar dari playlist berisi lagu-lagu galau di iPod ku. Entah mengapa, sore ini sedang mood mendengarkan lagu-lagu galau. Kali ini yang sedang menggema dan menggelegar di telingaku adalah lagu berjudul ‘Pergi Cinta’ yang dipopulerkan oleh Audi. Syalan, galau banget.

                Theater. Ku putuskan untuk masuk ke Theater sekolah karena Elaine sedang latihan untuk sebuah drama yang akan di lomba kan minggu depan. Makanya akhir-akhir ini Elaine jarang ikut main, ia disibukkan oleh Ekstrakurikuler drama nya.  Dan aku kepo. Hehe.

                Memasuki tempat yang gelap dengan ratusan kursi penonton ala bioskop ini, membuatku merasa sepi, sendiri. Ditambah lagi tidak ada murid yang menonton latihan mereka. Beberapa orang di atas stage juga sedang sibuk membuat properti untuk menunjang cerita yang dibawakan Elaine dan rekan – rekannya. Sekolah ku kebetulan menjadi tuan rumah untuk lomba drama tingkat SMA yang biasanya diadakan setahun sekali ini.

Elaine sangat bagus bermain peran, begitupun…… indah. Kenapa ada dia? Setahuku indah ikut ekstrakurikuler masuk jurang. Ih, kzl zbl. Acting nya seharusnya biasa saja, lah ini malah terkesan menel – menel kalau menurutku. Padahal peran nya Cuma jadi pohon. Apa aku jadi ikut membenci Indah karena ia sekarang pacar mantan ku? Ah tidak, aku harus objektif. Aku tak boleh membencinya, kasihan dia. Indah gak lama lagi juga akan rapuh, sama sepertiku. Iya, Indah kan calon korban selanjutnya si Penjahat Hati. Ckck kasian banget sih, kayak gue.

Keluar dari theater. Itu adalah keputusan terbaik sebelum kena sawan nya Indah. Ku lanjutkan perjalananku mengikuti langkah kaki ku. Menyusuri jalanan ini, jalan menuju lapangan tennis sekolah. Lah? Kok kesini? Tennis kan ekstrakurikuler kamu, Mids. Kamu tahu, sudah hampir setahun ini aku tidak pernah melewati jalan ini. Rasanya seperti tersesat saat kau menjauh.

Ingatkah kamu kalau dulu kita sering berjalan menyusuri jalan ini seusai aku menunggumu latihan tennis? Sore-sore indah itu seakan terasa nyata saat ini. Ingatanku mendarat pada landasan kenangan kita yang berjalan berdua di sore yang cerah seperti hari ini. Kau menggenggam tanganku, kami bergandengan tangan. Sambil menggenggam tanganku, kamu menceritakan hal-hal konyol yang membuatku tertawa dengan lepasnya. Tak jarang pula kamu melontarkan gombal-gembel yang selalu membuatku terbang melayang. Haha, kamu sekarang udah jadi pacar orang. Lagi.

           Kenapa selalu ada kamu di setiap tempat, Mids? Kenapa selalu ada kamu yang mempesona? Kenapa selalu ada kamu yang menggetarkan hatiku? Aku melihatmu lagi, Mids. Capek tau gak? Capek merhatiin punya orang terus. Capek lihat punggungmu, capek jatuh hati berkali-kali kepadamu, capek hati, capek pikiran, capek segalanya!

                Kau memasukkan beberapa bola tennis mu ke dalam tas, lalu mengambil sebuah handuk kecil untuk mengelap keringatmu sendiri. Kau tahu bagaimana yang aku rasakan saat melihatmu mengelap keringatmu sendiri? Kamu pernah nonton film The Hunger Games gak? Sama persis dengan scene dimana Katniss Everdeen keluar dari barisan saat pemilihan calon tribute untuk mewakili distrik 12, lalu ia berteriak dengan lantangnya ‘I VOLUNTEER!’ ingat? Begitulah kira-kira jeritan hatiku.

Kapan lagi ku tulis untukmu
Tulisan – tulisan indahku yang dulu
Pernah warnai dunia
Puisi terindahku hanya untukmu
               
                Sebuah lagu yang cukup legendaris di kalangan orang-orang galau mulai mengisi saluran telingaku, suara khas seorang Pongky menggema di gendang telingaku. Ya, lagu yang sedang ku putar ini berjudul ‘Puisi’ yang dipopulerkan oleh band asal Jogja, Jikustik. Liriknya sangat pas dengan perasaanku satu tahun belakangan ini. Sendu. Menunggu waktu dimana aku memberikan puisi – puisi umpatan tentang hati yang sudah menumpuk ini kepadamu.

                Aku tak kuasa mengingat saat-saat bersamamu. Semuanya melemahkanku. Aku bergegas meneruskan langkahku. Ah, mungkin pulang saja mengingat sekarang sudah hampir petang. Lagi pula, aku tidak ingin kau melihatku, Mids. Ku harap kamu mati saja, Mids. Mati di dalam hatiku. Iya, aku. Aku yang pernah engkau kuatkan. Aku yang pernah kau bangkitkan. Aku yang pernah kau beri rasa. Dan aku yang pernah kau hancurkan. Hih. Sedih banget.

“Gracia!” aku menghentikan langkahku. Aku paham betul suara siapa disana. Di belakang ku.

“Gre, Grecot! Tunggu!” aku berbalik ke kebelakang, mengikuti arah suara itu.

                Kamu berlari kecil menghampiriku. Lalu nyengir-nyengir gak jelas sambil memburu nafas. Ah payah, katanya atlet tennis kok baru lari sedikit saja sudah butuh oksigen? Sini sini aku yang kasih aja.

“apa?” tanyaku cuek. Sebenarnya di cuek-cuekin, karena mau bagaimanapun aku tidak bisa mengabaikanmu, Hamids.

“mau pulang bareng? Ekstra lo udah selesai kan?” apa? ngaco!

“sorry, kang Dadang udah jemput.” Ucapku sambil berniat ngeloyor pergi. Sebenarnya, ingin sekali aku meng-iya-kan mu. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Ambisiku tidak boleh sampai nyata. Ambisiku adalah kamu, dan kamu adalah candu. Aku tidak sanggup lagi dihancurkan untuk kedua kalinya. Aku tak ingin mati karena cinta bodoh seperti ini. Aku ingin hidup normal tanpa bayanganmu.

“gre, kenapa sih lo sekarang ngejauhin gue?” ia menggenggam pergelangan tanganku. Tolong ya, mas. Sekalian tanganku aja, jangan Cuma pergelangan nya. oh, salah. Gracia kali ini gak boleh kalah. Aku reflek melepaskan tanganku lalu berhadapan dengannya.

“apasih?! Gue mau pulang, kalo gak penting mending gak usah buang waktu!” sungguh, bibirku bergetar mengucapkannya. Aku tak sampai hati membentaknya. Membentak orang yang sangat kucintai.

“gre, kok lu begitu sih sekarang?” aku hanya menunduk menahan tangis. “Gre, tatap mata gue.” Intonasinya sangat lembut. Ini Hamids –ku, sungguh.

                Maksud kamu apa menyuruhku menatap matamu? Supaya apa? supaya kamu tahu kalau aku masih sangat mencintaimu? Supaya kamu tahu kalau aku setengah mati mencoba menghapus bayanganmu? Supaya kamu tahu sehancur apa perasaanku ketika melihat mata coklatmu yang menghipnotis ku itu? hih! Anjir kena gue. Pretlah lu, Mids.

                Aku menatap matanya. Tatapan nya dalam. Ya tuhan, cabut aku. Jemputlah aku. Aku tak sanggup melihat keindahan nya, keindahan ciptaan-Mu. Sekarang apa? aku tak akan kalah. Ya Tuhan, yang tadi Cuma bercanda aja. Jangan cabut aku, aku gak akan kalah dengan bajingan ini. Penjahat hati ini.

“yang mana yang begitu, Mids?! Coba jawab. Yang mana yang berubah dari gue?!” kamu hanya diam memandangiku yang mulai menjatuhkan air mata.

“lo pikir lo siapa bisa bersikap seenaknya sama gue?! Lo dateng ke gue, ngasih perhatian, cinta, warna dan semua yang cewek pengen. Lo perlakuin gue kayak putri kerajaan, lo buat gue mencintai puisi. Trus tiba-tiba gak ada apa-apa lo dateng ke rumah gue bilang putus?! Sial. Lo pikir lo siapa? Hah?!” air mataku mengalir deras, senada dengan gejolak umpatan kebencianku yang meluap.

“sekarang lo dateng lagi, padahal lo udah punya pacar baru untuk urutan yang ke 7 setelah gue. Mau lo apasih? Kurang puas liat gue rapuh? Belom puas liat gue kacau? Masih pengen liat gue kehilangan arah?”

“urusin tuh pacar lo yang nomor urut 7 setelah gue itu, masih mau waiting list berapa nomor lagi? mau dipacarin sampe tanggal berapa? Biar gue kasih tau dia, biar dia siap. Biar dia gak kacau kayak gue. Ini Gila!” aku masih mengumpat. Kali ini benar-benar mengumpat.

                Kamu hanya diam dan masih terus menatapku dalam. Tubuhku bergetar hebat, lemas akibat meluapkan kebencian dalam relung hati.

“gue Cuma pengen kita temenan aja, Gre. Kayak dulu lagi, sebelum gue pernah jadi pacar lo. Gue gak mau lo membenci gue.” Kamu melihat ke arah lain, namun tatapanmu kosong.

“temen? Jauhin gue kalo emang lo masih mau jadi temen gue. Lagipula sebelum lo ngedeketin gue, kita gak pernah jadi temen. Lo gak pernah beneran Cuma temenan sama cewek, lo emang bahagia kan jadi penjahat hati? Nyesel gue dulu gak dengerin apa yang temen-temen gue bilang tentang lo.”

“untuk masalah gue benci apa enggak sama lo? Jawabannya enggak. Gue benci diri gue yang gak pernah dan gak akan pernah bisa benci sama lo.”

dan tolong, Mids. Biarin gue ngerasain sakit untuk perlahan menghapus bayangan lo di hidup gue. Gausah sok mau mengobati luka yang lu buat ini. Gue bisa sendiri.”

                Aku meninggalkanmu dalam bungkamnya tatapan tak percayamu atas apa yang baru saja kuucap. Kenapa? Kaget? Aku sudah muak dengan perasaan ini. Perasaan bodoh yang terus-menerus menusuk jantungku. Perasaan bodoh yang mencintaimu dalam diamnya ambisi dan berisiknya permintaan hati. Perasaan bodoh yang rasanya selalu ingin mengumpat setiap melihatmu. Aku mencintaimu dalam amarah yang membuncah, dalam kebencian yang mendalam, dalam setiap kata yang terukir indah pada bait-bait harmoni yang entah siapa pembacanya.
***

                Malam ini hujan turun. Bersama dengan rangkaian kenangan yang mengukir luka di hati. Aku menatap hujan dari balik jendela kamarku. Setiap tetes air hujan yang jatuh ke bumi melukiskan bayanganmu. Melukiskan wajah tampanmu. Melukiskan kenangan kita. Mengapa kenangan kita banyak sekali sih? Kita pacaran Cuma satu bulan, tapi aku galau nya satu tahun. Seberapa seringkah kita menghabiskan waktu bersama sampai-sampai apapun yang terjadi di hidupku selalu membayang wajahmu?


aku memandangmu dari balik jendela
samar-samar
maka aku selalu berharap terang agar bisa jelas mataku meraihmu
aku menyukaimu melebihi semua kata
maka setiap tinta yang aku goreskan ada namamu sebagai jengkalnya

aku menyukaimu melampaui segala suara
maka setiap ucapan yang aku katakan ada ingatan tentangmu sebagai napasnya
aku menaburkan namamu di setiap sajakku
tanpa nyali untuk menyampaikannya

aku akan menunggu dalam tenang
aku akan menunggu dalam diam
sampai ketika tak lagi kupandang kau dari balik jendela
sampai ketika kita saling bertatap mata
(puisi karya: kwartika ade arimbi. LAMUNAN JENDELA)


                Aku tak tahu sampai kapan aku begini. Terus-terusan berada dalam lingkaran kesakitan bekas kekejian penjahat hati sepertimu. Yang jelas, hanya puisi yang menemaniku menuangkan pikiran liarku tentang kenangan kita, tentang perasaan cintaku, tentang lamunanku.

Mungkinkah kau akan kembali lagi
Menemaniku menulis lagi
Kita arungi bersama
Puisi terindahku hanya untukmu….
(jikustik – puisi)


.
.
.

gimana? gimana? kritik saran dan kalo bisa komen boleh loh.... bisa juga kenalan sama gue di @satepadang48 hehehe tunggu Tulip Merah : 5 yaaaaa XD

12 comments:

  1. Keren nihh.....
    Sumpah bikin baper bgt lu min 😂

    ReplyDelete
  2. Tulip merah nya ditunggu banget.. yg ini yah, udah lah bikin baper :v

    ReplyDelete
  3. Huaa :(( authornya jahat, gue mau nangis ini :'(
    baperan saya duhh ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah jangan nangis dong, emang ada yg menyeka air mata nya? hehehe
      makasih udah mau baca XD

      Delete
  4. Huhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"

    ReplyDelete
  5. Huhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"

    ReplyDelete
  6. Huhuhu.. baper banget gue bacanya.. serasa gua banget :"

    ReplyDelete
  7. Shueeee.... :D minta dikeplak nih orang! berantem nyok!!! :v #ngene

    ReplyDelete
    Replies
    1. jangan berantem ah kak, aku masih anak kecil :(

      Delete